Penulis buku dan editor majalah Scientific American, George Musser dalam artikel berjudul "What Einstein Really Thought about Quantum Mechanics" mengatakan bahwa pernyataan "Tuhan tidak bermain dadu dengan alam semesta" yang dinyatakan Einstein telah banyak disalah artikan. Anda bisa search di Google dengan kata kunci "Tuhan Tidak Bermain Dadu", hasilnya Anda akan mendapatkan rata-rata pernyataan itu diartikan seperti ini: "Einstein percaya bahwa alam semesta ini teratur, dan tidak mungkin dipengaruhi oleh kebetulan atau keberuntungan semata."
Pernyataan Einstein diartikan sebagai antitesis dari mekanika kuantum (di mana keacakan merupakan "fitur bawaan" dari dunia fisik). Einstein (dalam sejumlah tafsiran) dianggap menolak hal yang tidak pasti dan tidak punya alasan. Maka Einstein, sendirian dari semua ilmuwan yang menganggap alam semesta dan perilakunya harmonis, tunduk pada hukum alam yang didasarkan sebab-akibat. Salah satunya yang dijelaskan dengan detail olah M.A.Y Ahsan dalam bukunya berjudul Tuhan Tidak Bermain Dadu: Realitas Metafisik Alam Kuantum.
Apa yang sebenarnya dipikirkan oleh Einstein, terutama lewat pernyataan tersebut. Pernyataan tersebut diartikan sebagai keyakinan bahwa alam semesta ini bekerja secara mekanis, setiap momentum akan menentukan momentum berikutnya. Namun, sejumlah fisikawan yang mengikuti Einstein perlahan menyelami apa yang sebenarnya ingin disampaikan Einstein.
Salah satunya Don A Howard, sejarawan dan akademisi di universitas Notre Dame. Ia perlahan mempelajari sejumlah arsip yang ditinggalkan Einstein, dan menyadari bahwa ada perbedaan signifikan antara apa yang ditafsirkan oleh khalayak umum dari pernyataan Einstein.
Kenyataannya adalah, Einstein adalah yang "menemukan" sifat ketidakpastian dari mekanika kuantum. Ketidakpastian, menurut Einstein, bukanlah apa yang menjadi "fitur bawaan" bagi alam. Pernyataan "Tuhan tidak bermain dadu" bukanlah sebuah pernyataan mistis, tapi justru ditujukan pada masalah ilmiah atau fenomena tertentu yang belum terpecahkan hingga saat ini.
Fisika, secara ontologis adalah pencarian aturan yang sederhana untuk fenomena alam yang beranekaragam dan menakjubkan. Sejumlah fenomena terjadi tanpa didasari alasan tertentu, maka hal tersebut akan dihindari untuk diteliti. Seakan-akan, hal tersebut menjadi batas bagi penyelidikan rasional.
Kapan Einstein Menyatakan "Tuhan Tidak bermain Dadu"?
Cerita yang sebenarnya dimulai ketika Einstein dan para scientis sezaman menghadapi sebuah masalah yang dilematis. Saat itu, mereka menyadari bahwa teori kuantum menyatakan deterministik. Namun, fenomena kuantumnya justru bersifat sangat acak.
Misalnya, persamaan Schrödinger yang menunjukkan determinisme fungsi gelombang, namun fungsi tersebut tidak dapat diamati secara langsung. Terutama, posisi dan kecepatan partikelnya. Persamaan tersebut ditujukan untuk memprediksi apa yang terjadi pada fungsi gelombang pada setiap waktu, namun dengan "kepastian penuh" (deterministik). Dengan adanya "persamaan" tersebut, maka fungsi gelombang tersebut tidak akan mengarah ke kekacauan, seperti gerakan yang tidak dapat diprediksi.
Maka, keacakan yang diamati tersebut adalah hal interinsik pada alam atau hanya bagian luarnya saja? Seorang filsuf dari Universitas Jenewa, Swiss bernama Christian Wüthrich berpendapat bahwa ilmuwan yang berpendapat mekanika kuantum itu tidak deterministik, adalah terlalu cepat mengambil kesimpulan. Begitu juga yang menyatakan mekanika kuantum itu deterministik.
Apakah ada hukum yang mengatur sebuah keruntuhan fungsi gelombang misalnya? Tidak ada persamaan untuk itu. Keruntuhan tersebut terjadi begitu saja. Sialnya, keruntuhan ini yang menjadi unsur inti interpretasi Kopenhagen (pandangan mekanika kuantum yang didasarkan dari penelitian Bohr, di Kopenhagen).
Tahun 1926, pemikiran Kopenhagen cukup mendominasi, dan akhirnya "ketidaktahuan" itu dianalogikan sebagai "lemparan dadu ilahi" oleh sebagian ilmuwan. Pernyataan tentang "dadu ilahi" yang digunakan untuk menjawab keruntuhan fungsi gelombang inilah yang dijawab Einstein dengan pernyataan "Tuhan tidak main dadu". Pernyataan tersebut, bukan "pernyataan metafisik menyeluruh tentang determinisme sebagai kondisi yang mutlak diperlukan". Pernyataan "tuhan tidak main dadu" itu dinyatakan khusus untuk memulai argumentasi terkait keruntuhan fungsi gelombang akan menimbulkan dikontinuitas atau tidak.
Einstein berpendapat bahwa keruntuhan bukanlah proses yang nyata. Keruntuhan membutuhkan tindakan spontan dari jarak jauh. Ini adalah mekanisme misterius yang menyebabkan, sisi kiri dan kanan fungsi gelombang runtuh ke puncak sempit yang sama, bahkan jika tidak ada gaya yang menyelaraskan keduanya. Bukan hanya Einstein, tapi semua fisikawan pada masa itu percaya bahwa proses seperti itu tidak mungkin terjadi. Proses ini terjadi lebih cepat dari cahaya, yang jelas melanggar teori relativitas.
Faktanya, mekanika kuantum lebih dari sekedar memberi "sebuah dadu", tapi memberi dua dadu. Bagi Einstein, dadu tersebut harus diisi terlebih dulu. Dadu harus memiliki sifat tersembunyi yang menentukan hasilnya. Kopenhagen membantah hal tersebut dan berpendapat bahwa kubus-kubus tersebut sebenarnya berinteraksi satu sama lain secara instan di seluruh ruang.
Einstein mempertanyakan, apa sebenarnya pengukuran itu? Heisenberg dan ilmuwan Kopenhagen lainnya tidak berhasil menguraikannya. Beberapa orang mengatakan bahwa kita menciptakan realitas melalui observasi, yang mungkin terdengar "puitis". Einstein juga percaya bahwa dibutuhkan keberanian besar bagi penganut Kopenhagen untuk mengklaim bahwa mekanika kuantum sudah lengkap dan merupakan teori final yang tidak akan pernah bisa digantikan.
Faktanya, Howard berpendapat bahwa Einstein bersedia mendukung indeterminisme selama kekhawatirannya diperhitungkan. Misalnya, jika Anda dapat menjelaskan apa itu pengukuran dan bagaimana partikel dapat tetap tersinkronisasi tanpa harus bertindak terpisah. Sebagai tanda bahwa Einstein menganggap indeterminisme sebagai masalah sekunder, ia juga menyerukan alternatif deterministik selain Kopenhagen, namun ia juga menolaknya. Sejarawan lain, Arthur Fine dari Universitas Washington, mengatakan Howard melebih-lebihkan dukungan Einstein terhadap indeterminisme, namun gagasannya jauh melampaui asumsi "generasi fisikawan yang bermain dadu".
Satu hal yang paling mudah untuk disimpulkan adalah, Einstein berpendapat "Tuhan tidak main dadu" hanya sebagai pembuka argumen pada ilmuwan Kopenhagen yang dengan begitu cepat menyimpulkan teori mekanika kuantum sudah sangat lengkap, dan "sisanya" (bagian yang belum bisa dijelaskan) adalah permainan dadu ilahi.
Mantap bang
ReplyDelete