PojokReview.com - Tokoh proklamator sekaligus wakil presiden pertama Republik Indonesia, Mohammad Hatta, atau bung Hatta pernah mengucapkan sumpah yang ditepatinya hingga meninggal dunia. Mohammad Hatta bersumpah dengan istrinya, Rahmi, sebagai saksi. Bung Hatta bersumpah tidak akan pernah menginjakkan kakinya di Singapura, apapun alasannya, meski hanya sekedar transit pesawat. Dan ia ternyata menjalankan sumpahnya hingga meninggal.
Beberapa kali Bung Hatta menolak ajakan untuk ke Singapura. Baik itu untuk pergi seminar, menjadi narasumber, rapat dengan petinggi negara, dan sebagainya. Bahkan sekedar mampir untuk transit pesawat pun ditolaknya.
Namun, kenapa Bung Hatta bersumpah seperti itu? Apa motifnya?
Hal itu ternyata disebabkan oleh dua marinir Indonesia yang dihormati di negeri itu, Serda Usman dan Kopral Harun.
Cerita tentang Serda Usman dan Kopral Harun dihukum Mati oleh Singapura
Kedua marinir Indonesia itu dihukum mati oleh Singapura, karena dianggap terkait dengan kasus pengeboman Hotel MacDonald, Orchard Road, Singapura. Vonis itu dijatuhkan pada tanggal 17 Oktober 1968. Sejak saat itu, Bung Hatta bersumpah dan menepati sumpahnya hingga meninggal dunia. Tak ada alasan, dalih, atau apapun itu. Ia menjalankan sumpahnya dengan penuh integritas.
Ternyata, dihukum matinya Serda Usman dan Kopral Harun bukanlah yang pertama. Beberapa tahun sebelum itu, Indonesia terlibat konfrontasi dengan Malaysia. Saat itu, negara Malaysia masih bernama Federasi Malaya atau Persekutuan Tanah Melayu.
Penyebabnya ialah Federasi Malaya ingin mengambil daerah Sabah dan Serawak yang berada di bagian utara Pulau Kalimantan. Hal tersebut membuat Presiden Soekarno berang, dan tindakan Federasi Malaya ingin mengambil wilayah Sabah dan Serawak tersebut dianggap Bung Karno sebagai "imperialisme modern". Oleh karena itu, tahun 1963 Bung Karno menyerukan Ganyang Malaysia yang memicu konflik ketegangan antara dua negara tetangga ini.
Soekarno meminta Kepala Staf TNI AU saat itu, Omar Dhani untuk melakukan semacam aksi sabotase yang dilakukan ke Singapura. Kemudian, ada tiga sukarelawan yang berangkat ke Singapura, dua di antaranya ialah Serda Usman dan Kopral Harun.
Sabotase ke Singapura juga bukan tanpa alasan. Tahun 1961, berdiri Federasi 3S yang terdiri dari Sabah, Serawak, dan Singapura. Federasi Malaya ingin mengambil tiga wilayah "S" tersebut, sedangkan federasi tersebut masih berada di bawah Inggris. Soekarno yang memang benci dengan neokolonialisme menentang tindakan tersebut.
Ada Malcolm MacDonald, seorang komisoner tinggi Inggris di Federasi Malaya yang mendirikan Federasi 3S tersebut. Nama MacDonald itulah yang memicu serangan bom oleh Indonesia ke hotel MacDonald. Apalagi, di hotel tersebut juga ada kantor HSBC. Gedung hotel tersebut juga menjadi salah satu yang tertinggi di Singapura dengan total 10 lantai.
Ketika bank HSBC sudah tutup di tanggal 10 Maret 1965, ketiga sukarelawan tersebut meledakkan gedung itu pukul 3 sore. Ketiga orang tersebut kabur seperti yang sudah direncanakannya, setelah aksi pengeboman tersebut. Sayangnya, dua di antara mereka, Usman dan Harun, yang menaiki motorboat untuk kembali ke Pulau Sambu, justru terhadang patroli Singapura. Penyebab utamanya ialah motorboat tersebut macet.
Ketika tertangkap, mereka diadili tanggal 20 Oktober 1965. Keduanya meminta mereka diperlakukan sebagai tawanan perang, sebagaimana Konvensi Jenewa 1949. Sebab, mereka datang atas tugas negara, dan situasi tersebut bisa dikatakan sedang perang. Namun, Pengadilan Tinggi Singapura menolak hal tersebut dengan alasan Serda Usman dan Kopral Harun tidak menggunakan seragam militer ketika tertangkap. Jadinya, keduanya dijatuhi hukuman mati dan keputusan tersebut berada di bawah "pengadilan pidana".
Tidak hanya itu, Pemerintah RI, termasuk juga di antaranya Mohamad Hatta, telah melakukan berbagai upaya diplomasi, pembelaan, dan banding. Mengingat, kedua orang tersebut melakukan tugas negara atas perintah langsung dari Presiden. Namun, hasilnya adalah Singapura justru mempercepat eksekusi mati dan tidak mengizinkan keluarga korban menemui keduanya sebelum eksekusi tersebut.
Beruntung, keduanya masih diizinkan untuk menulis surat untuk keluarganya. Saat ini, nama keduanya diabadikan menjadi nama kapal perang TNI AL, KRI Usman Harun.
Bung Hatta Marah Karena Singapura Tak Izinkan Keluarga Jenguk
Kemarahan Bung Hatta sebenarnya memuncak ketika Singapura tidak mengizinkan keluarga korban yang akan dieksekusi untuk menjenguk. Bahkan, sekedar untuk berbicara lewat telepon juga tidak diizinkan. Hubungan antara Indonesia dengan Singapura, termasuk Federasi Malaya, benar-benar memanas saat itu.
Hal itulah yang membuat Bung Hatta bersumpah tidak akan pernah menginjakkan kakinya di Singapura walau sejengkal.
Sebagai tambahan, ini bukan sumpah pertama Bung Hatta yang benar-benar dipenuhinya. Sumpah Bung Hatta yang paling terkenal ialah, ia bersumpah tidak akan menikah atau bahkan memikirkan pernikahan, sampai Indonesia merdeka.
Beruntung, bersama Soekarno, ia menandatangani naskah proklamasi yang dibacakan pada 17 Agustus 1945. Jadi, bulan November 1945, Mohammad Hatta menikahi Rahmi Rachin, tepat seperti janjinya. Ia baru akan menikah, ketika Indonesia telah merdeka.
This post have 0 komentar